Bagi kamu yang bermain games melewati batas dan merugikan diri sendiri juga orang lain, kini, WHO memasukkannya ke dalam daftar gangguan kesehatan mental. Terkejut? Atau kamu malah tidak setuju terhadap keputusan WHO ini?
Gejala disorder-nya adalah kesadaran yang terpecah atau terbagi, yang lebih memprioritaskan gaming dan meningkatkan konsekuensi yang negatif. Gregory Hartl, juru bicara WHO, mengatakan, “Daftar itu merupakan dasar untuk identifikasi tren kesehatan dan global statistik dan standar internasional untuk melaporkan penyakit dan kondisi kesehatan.”
Hal seperti ini biasa diaplikasikan oleh praktisi medis untuk mendiagnosa kondisi dan para peneliti untuk mengkategorikan suatu kondisi. WHO menunjukkan bahwa setiap orang yang mengalami gaming disorder tidak dapat berhenti bermain.
Di dalam draft Internasional Classification of Diseases (ICD) ke-11 tertera, “Pola perilaku yang cukup parah dapat membuat kerusakan siginifikan pada pribadi, keluarga, sosial, pendidikan, pekerjaan atau fungsi kegiatan lainnya.
“Pola perilaku yang terus-menerus, berulang atau espisodik.”
Beberapa negara telah mengindentifikasikan aktivitas gaming sebagai isu utama di bidang kesehatan. Termasuk Inggris, yang telah memiliki klinik kecanduan untuk mengatasi kondisi ini.
Versi terakhir ICD selesai pada tahun 1992, dengan panduan baru yang akan diterbitkan tahun 2018. Yang berisi kode untuk penyakit, tanda dan gejala dan digunakan oleh dokter dan peneliti mendiagnosis penyakit.
Berikut gejala-gejala yang harus kamu perhatikan:
- Gangguan kontrol terhadap game (frekuensi, intensitas, durasi)
- Peningkatan prioritas bermain game
- Kelanjutan atau eskalasi permainan meskipun ada konsekuensi negative
Perihal ini, banyak psikiater mengacu pada Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM), edisi kelima, tahun 2013. Dan, gangguan permainan internet terdaftar sebagai “kondisi untuk studi lebih lanjut”, yang berarti itu tidak secara resmi diakui.
Tidak sedikit negara-negara memberikan perhatian serius pada perilaku anak-anak yang keranjingan main games. Pemerintah Korea Selatan telah memperkenalkan undang-undang yang melarang akses anak-anak berusia di bawah 16 tahun dari game online antara tengah malam dan pukul 06:00. Di Jepang, pemain disiagakan jika mereka menghabiskan lebih dari jumlah waktu tertentu setiap bulan bermain game dan di China, raksasa internet Tencent telah membatasi jam di mana anak-anak dapat memainkan game-nya.
Sebuah penelitian terbaru dari Universitas Oxford menyatakan bahwa, meskipun anak-anak menghabiskan banyak waktu di layar mereka, pada umumnya berhasil menjalin hiburan digital mereka dengan kehidupan sehari-hari.
Peneliti dan sosiologis, Killian Mullan mengatakan: “Orang-orang berpikir bahwa anak-anak kecanduan teknologi dengan mengesampingkan kegiatan lain – dan kita sekarang tahu bahwa itu tidak terjadi.
“Sama seperti orang dewasa, anak-anak mengunakan teknologi digital mereka sepanjang hari, sambil melakukan hal-hal lain.”
Peneliti di Universitas California, pada tahun 2015, menemukan bahwa bermain video game 3-D dapat meningkatkan pembentukan memori — menambah literatur yang menunjukkan jenis permainan tersebut dapat meningkatkan koordinasi tangan-mata dan waktu reaksi.
Teknologi digital, internet, atau gaming, memang telah menjadi aktivitas keseharian hidup. Sekarang, diri kamu sendirilah yang harus bijak memprioritaskan waktu agar kehidupan seimbang dan berbahagia.